Bukan hanya melayani masyarakat dengan penyakit pada umumnya saja namun dirinya mampu mengobati wanita mandul yang pupus harapannya untuk memiliki buah hati…
Catatan :
N. Stefanus A. B. Poernomo
DENGAN MENGENAKAN singlet dan celana pendek coklat, Saul Muid menembus sepoi hembusan angin sore Kampung Masabui, Distrik Oransbari, Manokwari Selatan dengan mengendarai sepeda motor dinas warna putih jenis Honda Revo untuk menemui kami di Pustu Masabui, sore itu dipenghujung tahun 2020.
Pria yang akan purna tugas pada akhir tahun 2021 ini sudah sejak tahun 1984 mengabdikan dirinya sebagai tenaga medis di Kabupaten Manokwari, Irian Jaya.
Menjadi seorang tenaga medis/mantri sama sekali tidak pernah ada dalam benaknya sejak belia. Karena pada masa itu anak-anak kampung sepertinya hanya berpikir bagaimana bisa membantu orang tuanya di kebun.
“Tidak pernah ada pikiran kalau saya ini mau jadi mantri, waktu itu cuma berpikir untuk cepat kerja atau atau bantu orang tua di kebun, itu saja, tidak lebih,”kata Saul setelah membika pintu Pustu Masabui dan mempersilahkan kami duduk dibanguku warna putih yang berjejeran di kintal tengah pustu.
Setelah lulus Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1972, Saul yang pada saat itu masih bermukim di Miyambouw yang saat ini menjadi salah satu Distrik di Kabupaten Pegunungan Arfak saat ini, ingin sekali melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Manokwari, namun karena keterbatasan biaya dari kedua orang tuanya akhirnya Saul mengurungkan niatnya untuk melanjutkan sekolah di Manokwari.
Namum nasib orang tidak ada yang tahu. Pasca lulus SD Saul memang hanya membantu kedua orang tuanya di kebun, hingga pada tahun 1973 masuklah Misionaris Penginjil ke Manokwari dan sekitarnya dab Distrik Minyambouw tempat Saul bermukim pun tak luput dari pelayanan rohani yang diberikan oleh para misionaris tersebut.
Para misionaris tersebut tidak hanya memberikan pelayanan rohani saja, namun juga memberikan pendidikan kepada seluruh anak-anak yang ada di daerah tersebut.
“Jadi orang-orang barat itu selain ajarkan kita untuk dekat dengan Tuhan mereka juga ajarkan kami membaca, menulis dan berhitung. Itu untuk anak-anak yang dibawah umur. Sedangkan saya dan beberapa teman yang sudah lulus SD, kita diajarkan soal medis. Mulai dari pengenalan obat sampai jahit-menjahit luka” tukasnya.
Menurut Saul, hal itu dilakukan oleh para misionaris karena pada saat itu pelayan kesehatan masih belum merata ke kampung-kampung, sehingga mereka diajarkan untuk sekiranya dapat melakukan pertolongan pertama kepada orang yang sakit ataupun kecelakaan.
Setelah diajarkan soal medis oleh para misionaris GPKAI, tiga tahun kemudian Saul diminta untuk melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) di Manokwari.
“Selesai diajarkan dengan para misionaris itu selama kurang lebih tiga tahun, kita dibiayai untuk masuk ke SPK dan pada tahun 1984 saya tamat terus diangkat jadi PNS lalu ditempatkan langsung di Pustu Warmare pada tahun itu juga” tuturnya.
Sejak tahun 1984 – 2020 menjadi seorang tenaga medis sudah banyak sekali pasien yang berhasil ia rawat dan sembuh. Termasuk salah pasien kolera yang menurut medis sangat sulit untuk disembuhkan.
“Ada satu pasien kolera, itu yang paling tidak bisa saya lupa, karena saya yang urus semuanya soal pasien ini mulai makan, mandi bahkan buang airpun saya yang urus karena Kolera ini pasiennya kalau buang air itu kotorannya seperti air cucian beras” ujarnya.
Berkat keteguhan dan ketulusan hati Saul untuk melayani pasien itu dapat sembuh dari penyakit tersebut.
Selain itu, diapun pernah membantu proses persalinan mendadak dari seorang ibu muda yang tidak lain adalah rekan kerjanya sendiri di Pustu Warmare.
Dikisahkannya, saat itu jarum jam sudah menujukan pukul 23.00 WIT, saat itu ia sedang bersiap untuk kembali ke peraduan, saat sedang merebah, pintunya diketuk dengan oleh suami dari rekan kerjanya itu.
Saat itu Saul ikut panic mendengar rekan kerja sesama perawat akan melahirkan dimana saat itu tenaga bidanpun belum ada di Pustu tersebut, sehingga dirinya pun segera berinisiatif untuk mencari mobil untuk ditumpangi ke RSUD Manokwari.
Setelah mendapatkan mobil, Saul berserta sopir dan pasangan muda tersebut langsung tancap ke Kota Manokwari. Sesampainya di Jl. Drs. Esau Sesa, air ketuban dari bumil ini sudah pecah sehingga harus cepat diambil tindakan untuk proses kelahiran.
“Masih dalam perjalanan, ibu suster ini teriak bilang pak mantri, air ketuban sudah pecah, saya sempat bingung dan panic juga tapi ibu suster ini bilang tidak apa-apa kalau memang harus melahirkan di mobil, karena dengar itu lasngsung saya bantu proses melahirkan ibu suster ini dan sykur Puji Tuhan anak perempuannya sehat, anak itu di kasih nama butet, sekarang sudah besar sudah jadi suster juga” kisahnya.
Dirinya pun berpesan kepada seluruh generasi muda yang nantinya akan bekerja sebagai tenaga medis sekira untuk tidak bersungut-sungut dalam menjalankan tugas untuk melayani kesehatan masyarakat.
Karena baginya menjadi seorang petugas medis bukanlah suatu kebetulan, karena ini adalah Panggilan Tuhan untuk melayani sesama. ****