BINTUNI– Penetapan daerah dengan kategori tertinggal didasarkan pada penghitungan enam kriteria yang meliputi perekonomian masyarakat, Sumber Daya Manusia setempat, ketersediaan Infrastruktur (Prasarana), Kapasitas yang dimiliki daerah/kemampuan keuangan daerah, Aksesibilitas dan karakteristik daerah.
Dari enam kriteria tersebut, Pemda Teluk Bintuni berhasil mencapai empat kriteria, bahkan mengalami peningkatan yang signifikan. Salah satu yang nampak, adalah angka kemiskinan yang terus menurun dan saat ini berada di kisaran 30,57 persen dari target RPJMD Tahun 2016-2021 yakni 30 persen.
Selain itu, dikatakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Teluk Bintuni, DR. Drs. Alimudin Baedu, MM, hal sama juga terlihat pada pendapatan per kapita Teluk Bintuni yang tertinggi ke-4 di Indonesia.
“Begitu juga dengan SDM, mulai dari Angka Harapan Hidup, rata-rata lama Sekolah, Melek Huruf semua meningkat secara signifikan. Bahkan sarana dan prasarana pun demikian,” ujar Alimudin lewat siaran persnya, Senin (11/5/2020).
Kendati begitu, Ia menyebut bahwa yang perlu didorong bersama adalah pembenahan pada kriteria Aksesibilitas dan Karakteristik Daerah.
Khusus Aksesibilitas, Ia menjelaskan, tantangan Kabupaten Teluk Bintuni cukup besar lantaran memiliki wilayah terluas se Papua Barat yakni sekitar 18.000-an kilometer persegi atau sama dengan 21 persen dari luasan Papua Barat.
Dengan wilayah yang sangat luas, Ia mengutarakan bahwa Bupati Teluk Bintuni, Ir. Petrus Kasihiw, MT tetap berkomitmen membangun daerah dengan fokus terhadap penuntasan pembangunan konektivitas dan aksesibilitas melalui pembangunan infrastruktur.
“Tiga belas ruas jalan strategis yang menghubungkan beberapa ibukota distrik dan kampung ke Ibukota kabupaten. Pembangunan jembatan kali Merdey yang diusulkan ke APBD Provinsi Papua Barat dan sudah mendapat porsi anggaran tahap perencanaan dan pembangunan tahap satu di tahun 2020. Demikian juga dengan pembangunan Bandara baru di Mayado dan Pelabuhan baru di Muturi,” paparnya.
Terkait dengan kriteria karakteristik daerah, Ia menjelaskan turut menjadi tantangan. Pasalnya, Kabupaten Teluk Bintuni memiliki hutan lindung yang cukup luas kurang lebih 200-an ribu hektar dan hutan cagar alam, potensi gempa, potensi longsor dan banjir, serta penuntasan kampung-kampung pemekaran.
“Jadi penilaian daerah yang terentaskan dari kategori daerah tertinggal, ukurannya bukan di anggaran atau kemiskinan saja. Ada formula lain yang harus dicermati,” ujarnya.
Sebagai data pembanding, Ia mengungkapkan bahwa anggaran yang dikelola Pemda di Papua dan Papua Barat kelihatan cukup besar. Akan tetapi angka kemiskinan dua provinsi itu masih yang tertinggi di Indonesia.
Hal ini dikarenakan, Tanah Papua memilki kompleksitas yang tinggi, karateristik yang kompleks, demikian pula dengan aksesibilitas. Ia mencontohkan, luas Pulau Papua sama dengan 3,5 kali Pulau Jawa, dan juga luas Kabupaten Teluk Bintuni sekitar 26 kali luas DKI Jakarta.
“Contoh, Kabupaten Biak Numfor yang tergolong daerah otonom lama namun baru terentaskan dari ketagori tertinggal di Tahun 2020. Dan itupun masih dilakukan pembinaan selama 3 tahun oleh Kementerian dan Pemprov. Ini diatur dalam Keputusan Menteri Desa, PDTT No 79 Tahun 2019. Inilah yang menjadi tantangan kita, soal aksesibilitas dan karakteristik daerah,” paparnya.
Dengan fakta-fakta tersebut, Ia menilai tidak relevan apabila ada pihak yang membuat kesimpulan dengan hanya menyoroti satu indikator saja. Sebab kata dia, problema pembangunan di Papua yang kompleks, maka tidak semudah membalikkan tangan.
“Kalau kita soroti soal anggaran, kan sudah ada mekanismenya yang setiap tahunnya dipertanggung jawabkan melalui DPRD. Jadi saya ingin mengatakan bahwa kita harus melihat berbagai hal. Dan tidak boleh ada tendensi yang menyudutkan Pemda dengan cara membangun stigma yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.
Perlu diketahui, paparan Kepala Bappelitbangda Teluk Bintuni pada pemberitaan ini sebagai upaya klarifikasi atas kritikan sejumlah pihak terkait status Kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah tertinggal sesuai Perpres No 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024. | Wanma